Selamat Tahun Baru Hijriyah 1432

Senin, 09 Agustus 2010

Bung Hatta: Pa Tani dan Petani

Bung Hatta...

Kami mau curhat; umur republik sudah 65 tahun, sistem tata niaga beras 'masih seperti yang dulu'? Penggilingan beras merangkap pedagang beras! Petani hanya dihisap darah dan keringatnya!

Koperasi hanya mimpi di siang bolong! Pemerintah ? Lagi mikir bagaimana bertahan sampai 2014 dengan 'politik pencitraan'. Negara 'kacau balau' atau 'acak adut' Bung....!

Bung, katanya makna kata 'Merdeka', kalau petani sudah sejahtera?

Merdeka...!

Foto:Yayasan Hatta
 
 
 Bung Hatta: Pa Tani dan Petani

Di Kota Surabaya pada zaman Jepang saya mendengar uraian Bung Hatta tentang koperasi Pak Tani. Dengan penuh daya rasio, beliau menegaskan bahwa halangan terbesar bagi perkembangan koperasi Pak Tani adalah fungsi penggilingan-penggilingan padi pada waktu itu. Kebanyakan berada di tangan segolongan kecil orang-orang yang kaya-raya yang menentukan harga padi.

Mereka membeli padi dari Pak Tani, dan kalau padi itu sudah selesai digiling menjadi beras yang bermutu, maka beras itu pun menjadi milik penggilingan. Jadi mereka itu menguasai pasaran beras, dan menguasai harga padi. Sebagai wiraswasta liberal dalam struktur ekonomi kolonial, mereka selalu berusaha menekan harga padi serendah mungkin dan menaikkan harga beras gilingan setinggi mungkin. Yang terjepit adalah Pak Tani; mereka paling besar mengeluarkan jerih-payahnya, tetapi yang paling minim menerima imbalannya.

Menurut Bung Hatta, struktur ekonomi yang eksploratif demikian itu harus diubah. Ini adalah tuntutan keadilan, dan juga tuntutan rasional. Gilingan-gilingan padi difungsikan secara teknis saja, dalam arti kata tidak diperkenankan membeli padi menurut harga semau-maunya, melainkan hanya menentukan ongkos penggilingan padi menjadi beras, dan beras gilingan itu harus kembali menjadi milik Pak Tani.

Ongkos penggilingan harus dijamin tidak rugi, malahan dengan untung yang reasonable, yang lumayan, masuk akal, seimbang, sehingga Pak Tani dapat menjual harga berasnya seimbang pula dengan jerih-payah penanaman padinya. Kepentingan konsumen beras pun di kota-kota harus dijamin dapat membeli beras dengan harga pantas.

Untuk merombak struktur ekonomi kolonial eksploratif yang lama ke struktur ekonomi yang baru itu, semua pihak tidak dapat bekerja secara sendiri-sendiri, melainkan secara kooperatif dan kolektif. Ini adalah tuntutan rasio, kata Bung Hatta.

Pak Tani harus mengorganisasikan dirinya dalam koperasi pertanian yang dapat menghadapi penggilingan dan konsumen beras di kota-kota. Kelak pun penggilingan-penggilingan itu harus berbentuk kooperatif dan kolektif pula. Ini pun tuntutan rasio, kata Bung Hatta.

Juga para konsumen kecil di kota-kota yang memerlukan beras dengan harga yang terbeli harus mengorganisasikan dirinya dalam koperasi-koperasi konsumen. Ini pun tuntutan rasio, menurut Bung Hatta.

Dari jalan pikiran Bung Hatta tentang koperasi Pak Tani, koperasi penggilingan padi dan koperasi konsumen itu tercermin juga pribadi Bung Hatta sebagai manusia, yaitu manusia yang selalu memikirkan nasib rakyat kecil, nasib rakyat Marhaen. Manusia, yang mengutamakan kegotong-royongan dalam bentuk koperasi. Dan manusia, yang sangat menonjol dalam daya rasionya.

MERDEKA....!

Oleh: H. Roeslan Abdulgani, Pribadi Manusia Hatta, Seri 8, Yayasan Hatta, Juli 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Kami

UNIVERSITAS SOERJO

Semua orang boleh mengharapkan sesuatu yang terbaik sesuai keinginan hatinya. Namun, penyesalan itu terjadi karena ketidak pastian, dan suatu hari pasti terjadi. Sebuah karya yang original itu tidak semuanya muncul dengan sendirinya, sebab sebuah karya yang original itu bisa saja muncul karena motivasi dan nyontek yang sudah ada