Selamat Tahun Baru Hijriyah 1432

Selasa, 12 Oktober 2010

MAFIA HUKUM: SIAPA SANGGUP MENGURAI?

Interaksi di antara 4 faktor yang terdiri dari kadar kemauan politik, kelembagaan politik, hukum dan perundang-undangan serta tradisi birokrasi di Indonesia saat ini belum memungkinkan untuk keberhasilan pemberantasan mafia hukum. Keempat faktor itu sama-sama mendukung untuk apa yang boleh disebut sebagai supremasi jahatokrasi (kekuatan kejahatan) yang membuat Indonesia belum akan beranjak dari keterpurukan.
Melihat pengaruhnya terhadap keseluruhan wacana dan tindakan pemberantasan mafia hukum, keempat faktor yang berinduk kepada faktor kemauan politik pemimpin tertinggi itu berkedudukan sebagai variable utama. Faktor-faktor itu dipercaya secara signifikan mempengaruhi nilai sosial budaya, sosial ekonomi dan pembentukan civil society.
Dalam posisi kuatnya negara di hadapan masyarakat seperti sekarang ini, maka dengan sendirinya tidak salah jika ia dipersepsikan wajib mampu melakukan tindakan-tindakan besar yang dapat menyeragamkan gerak perlawanan masyarakat terhadap mafia hukum. Tetapi sayangnya pemerintah dengan gaya yang terlalu banyak berharap kepada faktor-faktor di luar dirinya sembari memperbanyak wacana dan instrumentasi artifisial, telah menjelaskan tentang salah satu kunci kegagalan utama negara dalam pemberantasan mafia hukum. Karena itulah kondisi sosial budaya, sosial ekonomi dan eksistensi dan kedudukan civil society masih belum dapat diharapkan untuk memberantas mafia hukum.

Warisan Lama Indonesia
Sebetulnya kondisi buruk ini adalah warisan lama Indonesia ,yang,sayangnya, pada periode pertama pemerintahannya tidak banyak diperhatikan oleh SBY kecuali s
ekadar untuk kepentingan pencitraan politik belaka. Indonesia masih ingat kalimat kampanye tahun 2004 “saya akan memimpinkan sendiri pemberantasan korupsi di Indonesia”. Sebagai motif terkuat dari praktik mafia hukum, nyatanya Indonesia belum mampu di bawa bergeser ke peperangan yang serius (memberantas korupsi) sebagaimana dijanjikan untuk 2004-2009. Tetapi dalam mengawali pemerintahan 2009-2014, akhir tahun lalu SBY memang memperbaharui kalimat dengan mengatakan zero tolerance to corruption.
Kuatnya gejalan artifisial sembari mengembangkan wacana mempertahankan dukungan politik masyarakat luas, telah mewarnai masa-masa terpenting dari awal pemerintahan dengan hasil yang amat minim. Tentu saja “buku rapor” SBY-Budiono atas nama para Menteri KIB II yang dibuat oleh Mangkusubroto sama sekali tidak dapat menjelaskan kenapa harapan masyarakat akan perubahan yang lebih baik tidak tercapai. Malah “buku rapor” ini secara by design telah mempertontonkan kenaifan pemerintahan meskipun mungkin tadinya dimaksudkan untuk tujuan lain termasuk meneguhkan penanaman prinsip kuno the king can do no wrong. Padahal semestinya momentum awal itu dapat dijadikan sebagai peluang untuk melakukan langkah-langkah besar yang memicu dukungan politik yang luas dari dalam maupun dari luar.
Tetapi, sebagaimana sudah luas diketahui, masa-masa paling dini dari pemerintahan SBY-Budiono telah dihadapkan kepada wacana impeachment yang amat mencemaskan sehubungan Century Gate yang belakangan diketahui cuma mengorbankan sekaligus menyelamatkan Sri Mulyani Indarwati di bawah scenario sebuah lembaga keuangan internasional. Metamorfosis politik di luar Presiden dan Kabinet telah beranjak kepada perteguhuan kesan Indonesia sebagai Negara kepartaian dengan asas kartelitas sehubungan penciptaan resep antikerawanan kekuasaan bernama Sekretariat Gabungan Partai menyusul kegagalan bangunan koalisi. Maka kemungkinan memperoleh sukses sampai akhir masa jabatan pada tahun 2014 amat kecil bagi pemerintahan ini, apalagi jika pentingnya popularitas masih tetap dianggap prioritas di atas yang lain.

Andil Lingkungan Internasional
Buruknya penyelenggaraan pemerintahan Indonesia juga menjadi andil lingkungan internasional. Melalui lembaga-lembaga internasional dan hubungan-hubungan bilateral maupun multilateral Indonesia telah ditempatkan pada arus predistinatif (niscaya) yang sulit keluar dan membenahi “benang kusutnya” sendiri.
Melalui berbagai instrumen dan regulasi, sebutlah isyu globalisasi dan segenap regulasinya, Washington Consensus dan lain-lain, lingkungan internasional telah semakin menambah beban keterpurukan Indonesia yang barang tentu juga dihadapi oleh negara-negara sejenis. Lingkungan internasional juga telah berhasil membentuk watak baru pemerintahan dengan penonjolan ciri politik transaksional dengan kemenduaan hasil (antara progress dan regress).
Meskipun norma-norma baru diperkenalkan juga seperti isyu HAM, kewajiban meratifikasi ketentuan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), tetapi Indonesia tetap tak beranjak. Begitu juga prestasi diplomasi mutakhir Indonesia dalam forum-forum internasional, semuanya dianggap tidak luput dari perpanjangan tangan dan keniscayaan globalisasi yang tak dapat disikapi secara jelas itu.
Memang dalam pemberantasan mafia hukum prasyarat kemandirian sebagai bangsa amat diperlukan selain integritas seorang pemimpin puncak. Mungkin dunia ini hanya menghendaki seorang Zhu Rongji (Perdana Menteri China dengan gerakan politik 100 peti mati) tidak terdapat di banyak negara.

Penutup
“Sesak nafas” pemberantasan mafia hukum di Indonesia tidak saja dilatari oleh bagaimana buruknya kinerja lembaga penegak hukum yang sempat mencuatkan kasus Ketua KPK Antasari, Anggodo, Susno Duaji, Gayus Tambunan, “rekening gemuk bersimbolkan celengan babi”, dan lain-lain. Tingkah Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang mengekspose kasus-kasus dari etalase pencitraan politik semakin meragukan tujuan pembentukan lembaga yang direncanakan bekerja selama 2 tahun  ini. Namun anehnya, di sela-sela itu masih sempat juga meluas kekhawatiran akibat wacana perubahan konstitusi untuk merombak pembatasan masa jabatan Presiden.
Satgas Pemberantasan Mafia Hukum telah membuktikan banyak hal, tetapi belum termasuk perubahan yang diinginkan masyarakat.

Shohibul Anshor Siregar
Detakdetikperubahan.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Kami

UNIVERSITAS SOERJO

Semua orang boleh mengharapkan sesuatu yang terbaik sesuai keinginan hatinya. Namun, penyesalan itu terjadi karena ketidak pastian, dan suatu hari pasti terjadi. Sebuah karya yang original itu tidak semuanya muncul dengan sendirinya, sebab sebuah karya yang original itu bisa saja muncul karena motivasi dan nyontek yang sudah ada