Selamat Tahun Baru Hijriyah 1432

Minggu, 01 Agustus 2010

Menyikapi Pemerintahan dalam hal "Wibawa tinggal Remah-Remah "

Wibawa tinggal Remah-Remah

HUBUNGAN eksekutif dengan Komisi III DPR sedang memburuk. Komisi yang membidangi hukum ini seperti mengidap penyakit menular sehingga mulai dijauhi mitra kerjanya. Mitra kerja ogah menghadiri rapat kerja.

Bayangkan, dalam pekan ini, ada empat rapat kerja dengan Komisi III yang dibatalkan mendadak. Dan semuanya berhubungan dengan pejabat penting di negeri ini, yaitu Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji.



Padahal rapat yang dibatalkan itu diagendakan membahas perkara besar yang menarik perhatian publik. Bersama Jenderal Bambang dan Yunus Husein, misalnya, Komisi III ingin membicarakan rekening gendut sejumlah petinggi polisi. Kepemilikan rekening itu tetap menjadi misteri hanya karena rapat batal.

Perkara yang hendak dibahas Komisi III bersama Menteri Patrialis tidak kalah pentingnya, yaitu menyangkut tindak lanjut kasus Bank Century. Inilah skandal besar karena menyangkut nama besar dan uang negara yang besar pula, tetapi loyo dalam penyelesaian hukumnya. Adapun bersama Jaksa Agung Hendarman, Komisi III ingin membahas kasus sisminbakum.

Tapi semua yang telah diagendakan itu dibatalkan begitu saja. Rapat kerja pemerintah dan DPR diperlakukan sebagai urusan sepele, yang bisa dibatalkan sesuka hati.

Para pejabat eksekutif yang menghadiri rapat kerja di DPR sesungguhnya mewakili presiden selaku kepala pemerintahan. Ketidakhadiran mereka tanpa alasan yang masuk akal, bukan cuma menggerus wibawa dewan, tapi juga menggerus wibawa kepala pemerintahan.

Dari sudut pandang itu, pejabat eksekutif yang tidak menghadiri rapat kerja dengan DPR, samalah artinya dengan menyepelekan sang bos, yaitu Presiden RI. Sebaliknya, DPR yang menolak kehadiran seorang menteri, samalah pula artinya dengan menolak kepala pemerintahan yang diwakilinya. Itulah misalnya yang terjadi ketika sebagian anggota DPR menolak kehadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Akan tetapi, jujur pula harus dikatakan, sesungguhnya anggota dewan sendiri yang telah merendahkan martabat lembaganya. Selama ini mereka bermalas-malas dan kini mulai menuai badai ketidakpercayaan.

Rapat sering molor karena tidak kuorum. Meski kuorum, ruang rapat tetap kosong melompong karena anggota dewan cuma menitip tanda tangan.

Lebih memprihatinkan lagi, dan ini sering terjadi, anggota dewan tetap mempertahankan kebiasaan buruk, yaitu meninggalkan ruang rapat setelah mengajukan pertanyaan. Pun tidak sedikit anggota dewan dalam mengajukan pertanyaan dan pernyataan tidak menempatkan diri sebagai wakil rakyat.

Muatan pertanyaan dan pernyataan anggota dewan sarat kepentingan. Lebih kental kepentingan-kepentingan sempit daripada kepentingan rakyat. Itulah yang dimaknai publik ketika pemimpin Komisi III ingin menghentikan kasus Century.

Bukan mustahil, mudah-mudahan tidak terjadi, pejabat pemerintah enggan datang ke Komisi III karena di sana sulit dibedakan kepentingan rakyat dan pribadi.

Bila anggota dewan tidak memperbaiki kebiasaan buruknya, lembaga itu hanya dipandang sebelah mata oleh eksekutif. Wibawa dewan, termasuk Komisi III DPR, sebenarnya hanya tinggal remah-remah...." (Diambil dari Media Indonesia "Sabtu, 31 Juli 2010"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Kami

UNIVERSITAS SOERJO

Semua orang boleh mengharapkan sesuatu yang terbaik sesuai keinginan hatinya. Namun, penyesalan itu terjadi karena ketidak pastian, dan suatu hari pasti terjadi. Sebuah karya yang original itu tidak semuanya muncul dengan sendirinya, sebab sebuah karya yang original itu bisa saja muncul karena motivasi dan nyontek yang sudah ada